BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak teori
tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini.
Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak
sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme)
yang awal mulanya dikembangkan oleh psikolog Rusia Ivan Pavlov (tahun
1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik (classical
conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh
beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan
Gestalt.
Teori belajar
behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini
adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan
mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam
teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah,tetapi instruksi singkat
yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Di awal abad 20
sampai sekarang ini teori belajar behaviorisme mulai ditinggalkan dan
banyak ahli psikologi yang baru lebih mengembangkan teori belajar kognitif
dengan asumsi dasar bahwa kognisi mempengaruhi prilaku. Penekanan kognitif
menjadi basis bagi pendekatan untuk pembelajaran. Walaupun teori belajar tigkah
laku mulai ditinggalkan diabad ini, namun mengkolaborasikan teori ini dengan
teori belajar kognitif dan teori belajar lainnya sangat penting untuk
menciptakan pendekatan pembelajaran yang cocok dan efektif, karena pada
dasarnya tidak ada satupun teori belajar yang betul-betul cocok untuk menciptakan
sebuah pendekatan pembelajaran yang pas dan efektif.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut :
Ø Bagaimana teori behaviorisme dalam pembelajaran
Ø Bagaimana teori kepribadian pembiasaan klasikal menurut Pavlov
Ø Bagaimana teori kepribadian pengkondisian operan menurut Skinner
Ø Bagaimana teori belajar social menurut Bandura
Ø Bagaimana implikasi teori kepribadian behavioristik terhadap bimbingan
dan konseling
C.
TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini
sebagai berikut :
Ø Mengetahui teori behaviorisme dalam pembelajaran
Ø Mengetahui teori kepribadian pembiasaan klasikal menurut Pavlov
Ø Mengetahui teori kepribadian pengkondisian operan menurut Skinner
Ø Mengetahui teori belajar social menurut Bandura
Ø Mengetahui implikasi teori kepribadian behavioristik terhadap bimbingan
dan konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran
Adalah teori belajar
yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang member respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan
akan membentuk perilaku mereka.
Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis,menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon,menekankan pentingnya latihan,mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat
bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku
adalah hasil belajar.
Teori kaum behavoris
lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah
hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau
jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar
yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang member respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Prinsip-prinsip teori
behaviorisme adalah :
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku
2. Semua bentuk tingkah laku
dikembalikan pada reflek
3. Mementingkan pembentukan kebiasaan
Aristoteles
berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, seperti
sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh pengalaman. Menurut John
Locke(1632-1704), salah satu tokoh empiris, pada waktu lahir manusia tidak
mempunyai “warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah
satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Idea dan pengetahuan adalah produk
dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan
tempramen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan
perasaan disebabkan oleh perilaku masa lalu.
Kesulitan empirisme
dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang membicarakan apa yang
mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedonisme, memandang manusia sebagai
makhluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan,
dan menghindari penderitaan. Dalam utilitarianisme perilaku manusia tunduk pada
prinsip ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan hedonisme dan
utilitariansisme, maka itulah yang disebut dengan behaviorisme.
Asumsi bahwa
pengalaman adalah paling berpengaruh dala pembentukan perilaku, menyiratkan
betapa plastisnya manusia. Ia mudah dibentuk menjadi apapun dengan menciptakan
lingkungan yang relevan.
Thorndike dan Watson,
kaum behaviorisme berpendirian: organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial
atau psikologis; perilaku adalah hasil pengalaman dan prilaku digerakan atau
dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi
penderitaan. Aliran behavioristik yang lebih bersifat elementaristik memandang
manusia sebagai organisme yang pasif, yang dikuasai oleh stimulus-stimulus yang
ada di lingkungannya. Pada dasarnya, manusia dapat dimanipulasi, tingkah
lakunya dapat dikontrol dengan jalan mengontrol stimulus-stimulus yang ada
dalam lingkungannya (Mukminan, 1997: 7). Masalah belajar dalam pandangan
behaviorisme, secara umum, memiliki beberapa teori, antara lain: teori Connectionism,
Classical Conditioning, Contiguous Conditioning, serta Descriptive
Behaviorisme atau yang lebih dikenal dengan nama Operant Conditioning.
B.
Teori kepribadian pembiasaan klasikal menurut Pavlov
(1849-1936)
Pembiasaan klasikal (Classical Conditioning) merupakan tipe
belajar yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang
respon yang secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Proses ini
dinamakan juga respondent conditioning yang pertamakali diperkenalkan oleh Ivan
Pavlov pada tahun 1903.
Ivan Petrovich Pavlov adalah ahli fisiologi ternama Rusia yang mendapatkan
penghargaan Nobel (dalam penelitian tentang pencernaan). Dia seorang ilmuan
yang penuh dedikasi, yang terobsesi dengan penelitiannya. Dia telah meneliti
tentang proses pencernaan anjing, ketika dia mengetahui bahwa anjing dapat
dilatih untuk mengeluarkan air liur untuk merespon bunyi bell. Sebagai stimulus
netral, bunyi bell memang tidak menghasilkan respon air liur anjing. Untuk
mengubah agar bunyi bell itu dapat menghasilkan respon, maka Pavlov menyertakan
(memasang) bell dengan bubuk daging (stimulus yang melahirkan respon keluarnya
air liur). Melalui proses ini, bell mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
respon keluarnya air liur. Proses ini juga menunjukan, bahwa refleks-refleks
itu dapat dipelajari.
Pembiasaan klasikal (Classical Conditioning) merupakan tipe
belajar yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang
respon yang secara orsinil terangsang oleh stimulus yang lain. Proses ini
dinamakan juga respondent conditioning yang
pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov pada tahun 1903.
Dalam
uji coba Pavlov, keterkaitan antara bubuk daging dengan air liur merupakan
hubungan yang alami (natural) yang tidak diciptakan melalui “conditioning”. Bubuk daging ini
merupakan stimulus tak bersyarat (uncoditioning
stimulus : UCS), sementara keluarnya air liur merupakan respon tak
bersyarat (uncoditioning respons :
UCR).
UCS
merupakan stimulus yang membangkitkan UCR tanpa didahului “conditioning”. Sementara UCR adalah reaksi yang tidak dipelajari
terhadap UCS yang terjadi tanpa didahului “conditioning”.
Hubungan antara bell dengan air liur tejadi melalui “conditioning”, sehingga bell menjadi “conditioned stimulus” (CS), yaitu stimulus netral yang memiliki
kapasitas untuk membangkitkan “conditioned
respons” melalui “conditioning”. Sementara “conditioned respons” (CR) merupakan reaksi yang dipelajari terhadap
CS yang terjadi, karena didahului dengan “conditioning”.
Dalam percobaan Pavlov, air liur anjing merupakan UCR ketika terangsang oleh
UCS (bubuk daging), dan CR (air liur) keluar karena terangsang oleh CS (bell).
Proses
“Classical Conditioning” Pavlov ini
dapat digambarkan sebagai berikut.
|
|
Penemuan Pavlov ini
juga terkenal dengan sebutan “Conditioned
reflex”. Respons yang bersyarat dipandang sebagai reflex, sebab kebanyakan
dari respon-respon tersebut relative tidak disengaja atau di luar kemauan.
Apakah
peran “classical Conditioning” dalam
membentuk kepribadian? Perannya adalah memberikan kontribusi terhadap
pembentukan respon-respon emosional, seperti rasa takut, cemas atau phobia.
Kontribusi ini relative kecil, namun sangat penting dalam pembentukan
reaksi-reaksi emosional yang maladaptive. Contoh: seorang wanita usia tengah
baya yang mengalami phobia akan jembatan, yaitu merasa takut untuk menyebrang
di jembatan jalan layang, karena mempunyai pengalaman yang sangat menakutkan
pada waktu kecil. Contoh lain, seorang reporter surat kabar mengalami rasa
cemas dalam bekerjanya, penyebabnya dia
sering mandapat teguran, kritikan, atau peringatan yang negative dari bosnya,
setiap dia berada di ruang kerjanya (newsroom). Di sini teguran yang negative
dari bosnya (UCS) dipasangkan dengan “newsroom”,
sehingga “newsroom” menjadi CS yang
menimbulkan kecemasan, meskipun bosnya sedang tidak ada di “newsroom” tersebut. Jika digambarkan
proses terjadinya kecemasan tersebut (contoh terakhir) adalah sebagai berikut.
CS
Newsroom
UCS CR
Teguran
kecemasan
UCR
Proses
terjadinya kecemasan
C. Teori Belajar Menurut
Skinner
Burhuss Frederic
Skinner lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di sebuah kota kecil bernama
Susquehanna, Pennsylvania. Ayahnya adalah seorang pengacara dan ibunya adalah seorang
ibu rumah tangga yang baik. Ia merefleksikan tahun-tahun awal kehidupannya
sebagai suatu masa dalam lingkungan yang stabil, di mana belajar sangat
dihargai dan disiplin sangat kuat. Skinner mendapat gelar BA-nya dalam
sastra bahasa inggris pada tahun 1926 dari Presbyterian-founded Humilton
College. Setelah wisuda, ia menekuni dunia tulis menulis sebagai profesinya
selama dua tahun. Pada tahun 1928, ia melamar masuk program pasca sarjana
psikologi Universitas Harvard. Ia memperoleh MA pada tahun 1930 dan
Ph.D pada tahun 1931. Pada tahun 1945, dia menjadi kepala departemen psikologi
Universitas Indiana. Kemudian 3 tahun kemudian, tahun 1948, dia diundang untuk
datang lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas tersebut dia menghabiskan
sisa karirnya. Skinner adalah seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan,
seperti melakukan berbagai penelitian, membimbing ratusan calon doktor, dan
menulis berbagai buku. Meski tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan puisi,
ia menjadi salah satu penulis psikologi terbaik. Salah satu karyanya yang
terkenal adalah Walden II. Pada tanggal 18 Agustus 1980, Skinner meninggal
dunia karena penyakit Leukemia.
Skinner memiliki
tiga asumsi dasar dalam membangun teorinya:
1.
Behavior is lawful (perilaku memiliki hukum tertentu)
2.
Behavior can be predicted (perilaku dapat diramalkan)
3.
Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol)
Konsep-konsep yang
dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Untuk lebih
lengkapnya penulis akan membahas teori kondisioning operan pada bagian berikut
ini.
1.
Sejarah teori Kondisioning Operan menurut B.F. Skinner
Asas pengkondisian
operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R.
Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model kondisian klasik
dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian
Skinner tidak
sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus
terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner
penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk
menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan
begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada
lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu
mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti.
Asas-asas
kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John
Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah
laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya
teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang
ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning
instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua
jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung
jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
2. Kajian Teori Kondisioning Operan
Menurut B.F.Skiner
Kondisian operan
adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku
menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari
teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan).
Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E.
Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
a.
Belajar itu adalah tingkah laku.
b.
Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan
dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi
lingkungan.
c.
Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan
hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi
eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah
kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
d.
Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan
satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya
tingkah laku.
Menurut Skinner (J.W.
Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement
) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement)
adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan
terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner
penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.
Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan
prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang
mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa
hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan
(nilai A, Juara 1 dsb).
b.
Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan
prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan
stimulus yang oomerugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif
antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa
dll).
Satu cara untuk
mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam
penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan
negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan
penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa
penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan
hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Contoh dari konsep
penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).
A.Penguatan positif
|
||
Perilaku
Murid mengajukan
pertanyaan yang bagus
|
Konsekuensi
Guru menguji murid
|
Prilaku kedepan
Murid mengajukan
lebih banyak pertanyaan
|
B.Penguatan negative
|
||
Perilaku
Murid menyerahkan
PR tepat waktu
|
Konsekuensi
Guru berhenti
menegur murid
|
Prilaku kedepan
Murid makin sering
menyerahkan PR tepat waktu
|
C.Hukuman
|
||
Perilaku
Murid menyela guru
|
Konsekuensi
Guru mengajar murid
langsung
|
Prilaku kedepan
Murid berhenti
menyela guru
|
Ingat bahwa penguatan
bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi
meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
|
Skinner menghasilkan
suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan pada dinamika perubahan tingkah laku
baik di laboratorium maupun di dalam kelas. Belajar, yang digambarkan oleh
makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan
ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). Skinner menyebutkan
praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam “kontigensi terminal”.
Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam
mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur
yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan
Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara seksama.
Skinner menggambarkan
praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu contoh menempatkan pelajar yang manusia
itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner menyarankan penerapan cara
pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada
stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus
dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak
menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan
Skinner tersebut diatas meliputi peran penguat berkondisi dan alami, penguat
positif dan negative, dan penguat umum.
Dengan demikian
beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a.
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika
salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b.
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.
Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d.
Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas
sendiri.
e.
Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun
ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f.
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan
sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio
reinforce
g.
Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Disamping itu pula
dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a.
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant
telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
3. Aplikasi Skinner terhadap
pembelajaran.
Beberapa aplikasi
teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit
secara organis.
b.
Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika
salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c.
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
Materi pelajaran digunakan sistem modul.
d.
Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
e.
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas
sendiri.
f.
Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
g.
Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk
mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
h.
Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
i.
Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
j.
Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil,
semakin meningkat mencapai tujuan.
k.
Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping).
l.
Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku
operan.
m.
Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
n.
Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan
secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda
iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas
guru berat, administrasi kompleks.
4. Analisa Perilaku terapan dalam
pendidikan
Analisis Perilaku
terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah
perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam
bidang pendidikan yaitu:
1. Meningkatkan perilaku yang
diharapkan
Ada lima strategi
pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang
diharapkan yaitu:
a. Memilih Penguatan yang efektif
Tidak semua penguatan
akan sama efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru
mencari tahu penguat apa yang paling baik untuk anak, yakni
mengindividualisasikan penggunaan penguat tertentu. Untuk mencari penguatan
yang efektif bagi seorang anak, disarankan untuk meneliti apa yang memotivasi
anak dimasa lalu, apa yang dilakukan murid tapi tidak mudah diperolehnya, dan
persepsi anak terhadap manfaat dan nilai penguatan. Penguatan alamiah seperti
pujian lebih dianjurkan ketimbang penguat imbalan materi, seperti permen,
mainan dan uang.
b. Menjadikan penguat kontingen dan tepat waktu
Agar penguatan dapat
efektif, guru harus memberikan hanya setelah murid melakukan perilaku
tertentu. Analisis perilaku terapan seringkali menganjurkan agar guru membuat
pernyataan “jika…maka”. penguatan akan lebih efektif jika diberikan tepat pada
waktunya, sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan.
Ini akan membantu anak melihat hubungan kontingensi antar-imbalan dan perilaku
mereka. Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti mengerjakan sepuluh
soal matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain pada anak, maka anak
itu mungkin akan kesulitan membuat hubungan kontingensi.
c. Memilih jadwal penguatan terbaik
Menyusun jadwal
penguatan menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan
utama adalah
1.
Jadwal rasio tetap: suatu perilaku diperkuat setelah
sejumlah respon.
2.
Jadwal rasio variabel
: suatu perilaku diperkuat setelah
terjadi sejumlah respon, akan
tetapi tidak berdasarkan basis yang dapatdiperidiksi.
3.
Jadwal interval -
tetap : respons tepat pertama setelah beberapa waktu
akan diperkuat.
4.
Jadwal interval -
variabel : suatu respons diperkuat setelah sejumlah
variabel waktu berlalu.
d. Menggunakan Perjanjian.
Perjanjian (contracting) adalah menempatkan kontigensi penguatan dalam tulisan. Jika
muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak
pada perjanjian yang mereka sepakati. Analisis perilaku terapan menyatakan
bahwa perjanjian kelas harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas
mengandung pernyataan “jika… maka” dan di tandatangani oleh guru dan murid, dan
kemudian diberi tanggal.
e. Menggunakan penguatan negatif
secara efektif
Dalam penguatan
negatif, frekuensi respons meningkat karena respon tersebut menghilangkan
stimulus yang dihindari.seorang guru mengatakan”Pepeng, kamu harus
menyelesaikan PR mu dulu diluar kelas sebelum kamu boleh masuk kelas ikut
pembelajaran” ini berarti seorang guru menggunakan penguatan negatif.
2.
Menggunakan dorongan (prompt) dan
pembentukkan (shaping).
Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan yang
diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon tersebut akan
terjadi. Shapping
(pembentukan) adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku
sasaran.
3. Mengurangi perilaku yang tidak
diharapkan.
Ketika guru ingin
mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (seperti mengejek, mengganggu diskusi
kelas, atau sok pintar) yang harus dilakukan berdasarkan analisis perilaku
terapan adalah
a. Menggunakan Penguatan
Diferensial.
b. Menghentikan
penguatan (pelenyapan)
c. Menghilangkan stimuli
yang diinginkan.
d. Memberikan stimuli
yang tidak disukai (hukuman)
5. Kelebihan dan kekurangan Menurut B.F. Skinner
a. Kelebihan
Pada teori ini,
pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan
dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya
pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan
terjadinya kesalahan.
b. Kekurangan
Beberapa kelemahan
dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994)
adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap;
analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan
respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang
kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan
akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan.
hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan
melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan
dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara
untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak
merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami
sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman
verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru
berakibat buruk pada siswa.
D.
Teori belajar sisial menurut Bandura (1925-sekarang)
Albert
Bandura merupakan seorang ahli psikologi Amerika Syarikat terkenal kerana Teori
Pembelajaran Sosial dan Teori Model. Bukunya yang bertajuk Adolescent Aggression (1952) dan Social Learning and Personality Development (1963) menguatkan lagi
hujah-hujahnya. Beliau juga telah melanjutkan lagi pendapatnya dengan
mengemukakan Teori Perubahan Tingkah Laku dalam bukunya yang berjudul Principles of Behavior Modification
(1969).
Albert
Bandura telah dilahirkan pada 4 Disember 1925 di sebuah perkampungan kecil di
sebelah utara Alberata, Kanada. Beliau merupakan anka lelaki tunggal dan
mempunyai 5 orang kakak. Bapanya seorang petani yang berasal dari Poland.
Beliau memasuki sekolah tinggi yang mempunyai 2 orang guru dan 20 orang
pelajar. Pada tahun 1949, Bandura mendapat Ijazah Sarjana Muda
dalam Psikologi daripada Universiti British Columbia. Beliau mendapat Ijazah
Sarjana dan Doktor Falsafah daripada Universiti Iowa pada tahun 1952. Setelah
tamat pengajiannya, beliau telah bekerja di Fakulti Psikologi di Universiti
Standford dan menjadi Profesor sepenuh masa pada tahun 1964. Beliau bertugas
sebagai Profesor Psikologi di Universiti di Universiti Stanford sehingga kini
(Moore, 2002). Beliau telah berkahwin dengan Virginia Varns dan mempunyai dua
orang anak perempuan, iaitu Carol dan Mary.
Albert
Bandura adalah salah seorang behavioris yang menambahkan aspek kognitif
terhadap behaviorisme sejak tahun 1960. Pengembangan teorinya merujuk kepada
pandangan skinner. Meskipun begitu Bandura memiliki pendapat tersendiri dalam
kaitannya dengan hakikat manusia dan kepribadian. Asumsinya itu adalah sebagai
berikut.
a. Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang sadar, berpikir, merasa dan mengatur
tingkah lakunya sendiri. Dengan demikian manusia bukan seperti pion atau bidak
yang mudah sekali dipengaruhi atau dimanipulasi oleh lingkungan. Hubungan
antara manusia dengan lingkungan bersifat saling mempengaruhi satu sama
lainnya.
b. Kepribadian
berkembang dalam konteks sosial, interaksi antara satu sama lainnya. Dengan
demikian teori kepribadian yang tepat adalah yang mepertimbangkan konteks
sosial tersebut.
Teori
belajar sosial Bandura tentang kepribadian didasarkan kepada formula bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus
antara faktor-faktor penentu: internal (kognisi, persepsi, dan faktor lainnya
yang mempengaruhi kegiatan manusia), dan eksternal (lingkungan). Proses ini
disebut ”reciprocal determinism”, dalam mana manusia mempengaruhi nasibnya
dengan mengontrol kekuatan lingkungan, tetapi mereka juga dikontrol oleh
kekuatan-kekuatan lingkungan tersebut.
Teori
belajar sosial menempatkan ”reciprocal determinism” sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psikososial dalam berbagai tingkat yang kompleks,
terentang dari perkembangan intrapersonal,
tingkah laku intrapersonal, fungsi
interaksi organisasi sampai ke sistem sosial.
Dalam hal
lain, Bandura menyetujui keyakinan dasar behaviorisme yang mempercayai bahwa
kepribadian dibentuk melalui belajar. Namun dia berpendapat bahwa ”conditioning”
bukan proses yang mekanis, namun menjadi partisipan yang pasif. Sebaliknya,
manusia itu aktif mencari dan memproses informasi tentang lingkungannya, agar
dapat memaksimalkan hasil yang menyenangkan.
a. Belajar melalui observasi
Belajar
melalui observasi terjadi ketika respon organisme dipengaruhi oleh hasil
observasinya terhadap orang lain, yang disebut model. Bentuk belajar ini
memerlukan perhatian terhadap tingkah laku model yang diobservasi, sehingga
dipahami dampak-dampaknya, dan menyimpan informasi
tentang tingkah laku model itu ke dalam memori. Jelas sekali bahwa perhatian
pemahaman informasi dan memori merupakan unsur-unsur kognisi, yang oleh para
behaviorisme diabaikannya.
Beberapa
model mungkin lebih berpengaruh dari model yang lainnya. Anak atau orang dewasa
cenderung mengimitasi orang yang dia senangi karena memiliki daya tarik
tertentu (seperti penampilannya, perilakunya, atau kepopulerannya). Proses
imitasi ini dipengaruhi oleh adanya kesamaan antara yang mengimitasi dengan
model (seperti kesamaan seks), atau karena tingkah laku model itu memberikan
dampak yang positif.
Menurut
teori belajar sosial, model itu memiliki dampak yang sangat besar terhadap
perkembangan kepribadian. Anak-anak belajar untuk bersikap asertif, percaya
diri, atau mandiri melalui observasi kepada orang lain yang menampilkan
sikap-sikap seperti itu. Orang lain yang menjadi model anak adalah orang tua,
saudara, guru, atau teman.
Dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini, banyak perilaku model itu diambil dalam bentuk
simbolik. Film dan televisi menayangkan contoh-contoh tingkah laku yang dapat
mempengaruhi para observer (penonton). Bandura, Ross, dan Ross(1963) menemukan
bahwa model-model hidup, film, bahkan kartoon animasi dapat menjadi model yang
diimitasi oleh anak-anak yang menontonnya.
Bandura dan
koleganya telah melakukan penelitian secara meluas tentang betapa
berpengaruhnya model itu terhadap agresivitas, peranan gender, dan standar
moral anak. Dalam studi klasik, Bandura, Ross, dan Ross (1963) menemukan bahwa
observasi anak terhadap para bintang film (model yang memerankan kekerasan)
dapat mempengaruhi perkembangan tingkah laku agresifnya.
b. Self Efficacy
Self Efficacy merupakan
komponen kunci self sistem. Yang dimaksud self sistem ini bukan faktor psikis
yang mengontrol tingkah laku, namun merujuk kepada struktur kognisi yang
memberikan mekanisme rujukan, dan yang merancang fungsi-fungsi persepsi,
evaluasi dan regulasi tingkah laku.
Bandura
meyakini bahwa ” Self –Efficacy” merupaka element
kepribadian yang krusial. Self Efficacy ini
merupakan keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap kemampuan sendiri untuk menampilkan
tingkah laku yang akan mengerahkannya pada hasil yang diharapkan.
Ketika ” Self
Efficacy ” tinggi, kita merasa percaya diri bahwa kita dapat melakuka respon
tertentu untuk memperoleh reinforcement.
Sebaliknya apabila rendah, maka kita merasa cemas bahwa kita tidak mampu
melakukan respon tersebut.
Persepsi
tentang ” Self Efficacy” bersifat subyektif dan khas terhadap bermacam-macam
hal. Kita mungkin merasa sangat percaya diri terhadap kemampuan sendiri untuk
mengatasi kesulitan sosial, namun sangat cemas untuk mengatasi masalah-masalah
akademik. Walaupun persepsi tentang ” Self
Efficacy” dapat memprediksi tingkah laku secara baik, namun persepsi
tersebut dipengaruhi oleh perasaan umum dari ” Self Efficacy” sendiri.
Persepsi ” Self Efficacy” dapat mempengaruhi tantangan mana yang harus diatasi
(dihadapi), dan bagaimana menampilkan perilaku yang lebih baik.
Beberapa
studi tentang ” Self Efficacy” ini telah banyak dilakukan oleh para ahli, seperti
Learny dan Atherson (1986) tentang hubungan persepsi ” Self Efficacy” dengan
perasaan cemas dalam pertemuan sosial: Betz dan Hackett (1986) tentang hubungan
persepsi ” Self Efficacy” dengan
pilihan karir; dan Wurtele (1986) tentang hubungan persepsi ” Self
Efficacy” dengan keberhasilan dalam atletik.
E.
Implikasi teori kepribadian behavioristik terhadap bimbingan
dan konseling
a.
Tujuan
bimbingan dan konseling
Tujuan
bimbingan dan konseling menduduki suatu tempat yang amat penting dalam
bimbingan dan konseling behavioristik. Klien menyeleksi tujuan bimbingan
konseling secara spesifik, ditentukan permulaan proses bimbingan dan konseling.
Penilain dilakukan secara terus menerus sepanjang bimbingan dan konseling untuk
menentukan sejauh mana tujuan bimbingan dan konseling itu efektif.
Tujuan umum
bimbingan dan konseling behavioristik adalah menciptakan kondisi baru bagi
proses belajar. Dasar alasannya adalah
seluruh prilaku itu hasil belajar, termasuk prilaku yang salah suai. Jika
prilaku salah suai itu hasil belajar, maka prilaku itu dapat dihapus dari
ingatan dan dapat diperbaiki.
Bimbingan
dan konseling behavioristik pada intinya terdiri atas proses penghapusan hasil
belajar yang tidak sesuai dan pembaerian pengalaman belajar yang sesuai yang
belum dipelajari. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling behavioristik
adalah membantu klien agar memiliki kamampuan untuk:
Ø Memperkuat prilaku yang adaptif
Ø Memperlemah
atau menghilangkan perilaku yang maladaptif
Ø Mrngurangi
reaksi kecemasan
Ø Memperkuat
kapasitas relaksasi
Ø Bersikap
asertif
Ø Berhubungan
sosisal secara efektiif
Ø Memperkuat
kapasitas pengendalian diri.
Tujuan yang
luas dan umum tidak dapat diterima oleh para konselor behavioristik. Tujuan
umum itu perlu dijabarkan ke dalam perubahan perilaku yang spesifik yang
diinginkan klien. Selanjutnya perilaku yang spesifik itu di analisis ke dalam
tindakan yang spesifik yang diharapkan oelh klien sehingga konselor maupun
klien dapat menilai secara nyata kemana
dan bagaimana mereka bergerak.
Para
tokoh perintis bimbingan dan konseling behavioristik menekankan pentingnya
kemampuan konselor dalam menetapkan tujuan bimbingan dan konseling. Adapun para
tokoh kontemporer aliran bimbingan dan konseling behavioristik menekankan pada
keaktifan klien dalam memilih tujuan bimbingan dan konseling dan keterlibatan
klien dalam proses bimbingan dan konseling. Para tokoh kontemporer menjelaskan
bimbingan dan konseling tidak dapat di paksakan kepada klien yang tidak
bersedia. Selanjutnya konselor dan klien perlu bekerja sama untuk mencapai
sasaran bersama.
b.
Fungsi
dan peran konselor
Konselor
behavioristik harus memainkan peran aktif dan direktif dalam proses bimbingan
dan konseling. Konselor menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan
masalah kliennya. Konselor behavioristik berfungsi sebagai guru, pengarah, dan
seorang ahli dalam pendiagnosis perilaku yang salah suai dan ahli dalam
menentukan prosedur perbaikan yang diharapkan yang mengarah pada perilaku baru
yang sesuai.
Goodstein
menyebutkan bahwa peran konselor adalah menunjang perkembangan perilaku klien
yang secara sosial dapat diterima. Konselor secara sistematis memperkuat jenis
perilaku klien yang dapat diterima secara sosial. Minat, perhatian, dan
persetujuan konselor adalah memperkuat yang hebat bagi perilaku klien.
Memperkuat tersebut bersifat interpersonal dan melibatkan bahasa baik verbal
maupun nonverbal. Satu peran penting lainnya adalah konselor sebagai model bagi
klien. Konselor sebagai pribadi model penting bagi klien, karena klien
memandang konselor sebagai seorang yang patut diteladani. Klien meniru pola
fikir, cara bersikaf, dan perilaku konselor.
BAB III
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan
yang dapat diberikan setelah mengkaji teori kepribadian:
1.
Teori belajar kepribadian memberi banyak kontribusi untuk
praktik pengajaran. Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari
kehidupan dan murid. Jika dipakai secara efektif, pandangan teori ini akan dapat
membantu para guru dalam pengelolaan kelas. Demikian pula prinsip-prinsip dan
hukum-hukum belajar yang tertuang dalam teori ini akan membantu guru dalam
menggunakan pendekatan pengajaran yang cocok untuk mencapai hasil belajar dan
perubahan tingkah laku yang positif bagi anak didik.
2.
Teori pengkondisian operan Skinner terlalu banyak menekankan
pada control eksternal atas perilaku murid. Teori ini berpandangan bahwa
strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol perilaku
mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Teori behaviorisme
tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar.
3.
Pembiasaan klasikal (Classical
Conditioning) merupakan tipe belajar yang menekankan stimulus netral
memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang secara orisinil terangsang
oleh stimulus yang lain.
4.
Bandura memiliki pendapat
tersendiri dalam kaitannya dengan hakikat manusia dan kepribadian. Asumsinya
itu adalah sebagai berikut.
a. Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang sadar, berpikir, merasa dan mengatur
tingkah lakunya sendiri. Dengan demikian manusia bukan seperti pion atau bidak
yang mudah sekali dipengaruhi atau dimanipulasi oleh lingkungan. Hubungan
antara manusia dengan lingkungan bersifat saling mempengaruhi satu sama
lainnya.
b. Kepribadian
berkembang dalam konteks sosial, interaksi antara satu sama lainnya. Dengan
demikian teori kepribadian yang tepat adalah yang mepertimbangkan konteks
sosial tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bell
Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.
Rajawali
Moll,
L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and
Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
Degeng,
I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Depdikbud
Gagne,
E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston,
Toronto: Little, Brown and Company
Light,
G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behavioristik
Slavin,
R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon
John
W. Satrock, 2007. Psikologi Pendidikan. edisi kedua. PT Kencana Media
Group: Jakarta.
Prasetya
Irawan, dkk, 1997. Teori belajar. Dirjen Dikti: Jakarta
Arie
Asnaldi, 2005. Teori -Teori belajar.
B.F.
Skinner and radical behaviorism, Ali, Muh. 1978. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Davies,
WCR. 1971. The Management of Learning. London: Mc Graw Hill Book
Company.
0 komentar:
Posting Komentar